5 Tokoh NGO di Indonesia yang Menginspirasi

Indonesia memiliki banyak tokoh LSM yang berupaya untuk membangun kesadaran mengenai berbagai macam isu sosial maupun lingkungan.

Mereka yang sadar mengenai permasalahan yang terjadi di Indonesia, memilih utuk melakukan sesuatu untuk menghadapinya melalui pembentukan organisasi nirlaba untuk emberikan dampak yang maksimal. Berikut merupakan 5 Tokoh inspiratif yang aktif dalam kegiatan NGO:

1. Rafendi Djamin

rafendi-djamin

Rafendi Djamin merupakan salah satu tokoh advokasi Hak Aksasi Manusia  di Indonesia. Pada tahun 2003, Rafendi mendirikan Human Rights Working Group (HRWG), yaitu koalisi NGO yang berfungsi untuk membantu kampanye advokasi HAM di tingkat nasional maupun internasional.

Beberapa kasus HAM yang ditangai oleh Rafendi diantaranya kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, seperti kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dan pelanggaran HAM Semanggi I. Ia membawa pengalaman kerja yang luas dengan bekerja untuk organisasi nonprofit di Belanda,dan Indonesia seperti di Centre for Civil and Political Rights (CCPR).

Pada bulan April 2016, Amnesty International, NGO yang berasal dari Inggris dan pembela HAM, mempercayakan posisi Direktur untuk wilayah Asia Tenggara dan Pasifik kepada Rafendi Djamin. Menurut Amnesty International, Rafendi merupakan salah satu aktivis HAM terbaik dan akan memimpin kantor regional asia pasifik yang berpusat di Bangkok.

2. Farwiza Farhan

fawzia

Farwiza Farhan merupakan co-founder dari organisasi lingkungan yang terletak di Aceh, yaitu HAkA (Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh). Farwazi mendorong kampanye dan advokasi untuk perbaikan kebijakan perlindungan Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh.

Perlindungan kawasan ekosistem Leuser menjadi penting,  menerutnya Leuser merupakan tempat terakhir di dunia di mana badak, orang utan, gajah, dan harimau tinggal bersama-sama di alam. Kalau itu hilang, banyak kekayaan alam yang akan lenyap bersama Kawasan Ekosistem Leuser.

Fawzia juga membawa organisasi HaKa menjadi pemenang Whitley Awards 2016, yaitu ajang penghargaan di London dikhususkan untuk mendukung pendaan organisasi dan individu yang memiliki misi yang baik untuk lingkungan. Kinerja dari organisi HaKa juga menjadi salah satu fokus untuk film dokumenter yang berjudul “Before the Flood” yang dibuat oleh Leonardo DiCaprio.

3. Gadis Arivia

gadis-arivia

Gadis Arivia merupakan penggerak feminisme di Indonesia dan founder dari jurnal feminis pertama di Indonesia. Pada tahun 1996, Gadis Arivia membentuk NGO bernama Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) . Di mana saat itu, Gadis Arivia berupaya untuk mewadahi sulitnya untuk mendapatkan kajian-kajian feminis berbahasa Indonesia.

Ia juga merupakan dosen studi feminisme dan filsafat kontemporer di Universitas Indonesia. Yayasan Jurnal Perempuan lahir sejak tahun 1995 jurnal feminis pertama di Indonesia yang dibaca kalangan mahasiswa, pemerintah, intelektual, akademisi dan aktivis gerakan sosial. 

4. Veronica Colondam

veronica_colondam-3

Veronica Colondam mendirikan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) pada 1999 dengan fokus awal untuk mengedukasi remaja mengenai bahaya dari narkoba. Pada tahun ini YCAB menjadi satu-satunya NGO Indonesia yang termasuk dalam Top 500 NGOs seluruh dunia oleh NGO Advisor.

Yayasan ini berdiri sebagai bentuk cintanya kepada anak-anak Indonesia dan kerinduannya akan remaja muda yang cerdas dan memiliki banyak ide cemerlang.

Pada 2003, Veronica Colondam membuat program Rumah Belajar, pendidikan gratis yang diberikan kepada anak-anak kurang mampu. Mereka diberikan pengajaran sesuai dengan kemampuan dan keinginannya, hingga akhirnya bisa berkembang dengan sendirinya.

5. Aryanti R. Yacub

maxresdefault

Aryanti Yacub merupakan founder dari ISDI (Ikatan Sindroma Down Indonesia) yang didirikan pada 21 April 1999. Melalui organinsasinya Aryanti berupaya untuk menghapus stigma mengenai Down Syndrome di Indonesia.

Menurutnya, pada tahun 1999 informasi mengenai anak Down Syndrome masih sangat terbatas. ISDI beranggotakan orang tua, ahli medis, ahli pendidikan kebutuhan khusus, para guru, dan simpatisan.

Seperti yang dilansir pada Wanita Indonesia, Aryanti mengatakan “Menghilangkan stigma negatif down syndrome memang tidak mudah. Apalagi hampir sebagian besar dari mereka terlahir dengan kondisi ‘plus-plus’. Entah tunagrahita, mata minus, lahir tanpa anus, dan lain sebagainya. Ekstremnya mereka dicap idiot,”.