6 Ide Bisnis Sosial Yang Lolos Tahap Final di Young Social Entrepreneurs 2016

 

 

16-20 Maret 2016 kemarin, Kitabisa.com mendapatkan undangan dari Singapore International Foundation untuk meliput ajang Young Social Entrepreneurs (YSE) 2016. YSE merupakan ajang kompetisi internasional yang memberikan kesempatan untuk pebisnis sosial muda mendapatkan akses networking, mentorship, dan pendanaan.

IMG-20160321-WA0037

Diwakili oleh Iqbal Hariadi (Digital Storyteller), Kitabisa berkesempatan bertemu dengan teman-teman peserta Indonesia yang standout dengan ide-ide kreatif. Dari ratusan aplikasi dari berbagai negara, ada 50 tim terbaik yang diundang ke Singapura dan 14 diantaranya dari Indonesia. Setelah proses pitching, 6 tim terpilih dari Indonesia maju ke tahap berikutnya untuk mendapatkan mentorship, study visit ke socent di negara lain, dan pendanaan.

Di hari terakhir, saya sempat berbagi cerita dengan mereka. Ini dia cerita singkat tentang 6 bisnis sosial yang mereka jalankan.

Riliv

Young Social Entrepreneurs 2016 (2)

Riliv menciptakan aplikasi untuk membantu dunia psikologi. Singkatnya, Riliv adalah social network yang menghubungkan setiap orang yang memiliki permasalahan pribadi dengan orang-orang berlatar belakang psikologi melalui konseling online.

Riliv jadi solusi untuk orang-orang yang ingin curhat dan menyelesaikan masalah pribadinya. Di aplikasi ini, orang-orang berlatar psikologi yang disebut Reliever akan siap mendengarkan curhat para pengguna dan memberikan solusi terbaik.

Dengan cara ini, Riliv membantu orang-orang untuk bisa mencurahkan masalah pribadi mereka tanpa khawatir identitas mereka akan bocor. Aplikasi ini sangat berpotensi membawa dunia konseling dan psikologi memiliki dampak yang lebih luas untuk Indonesia, bahkan dunia.

Kama Batik

Young Social Entrepreneurs 2016 (2)

Kama Batik diinisiasi oleh tiga perempuan muda setelah melihat masalah di Pekalongan, kota penghasil batik di Indonesia. Banyak limbah batik yang dihasilkan oleh produsen batik yang akhirnya terbuang begitu saja.

Kama Batik mengumpulkan limbah batik dan mengolahnya kembali menjadi berbagai produk seperti kalung, dompet, tas, dan aksesoris lainnya.

Iwak.me

Young Social Entrepreneurs 2016 (4)

Young Social Entrepreneurs 2016 (5)

Tim Iwak juga menjalankan ide bisnis yang menarik.

Berawal dari permasalahan di kota Nganjuk, Jawa Timur, tim Iwak melihat adanya kesenjangan masalah dan potensi; 76% angkatan kerjanya menganggur, padahal 88% lahan di Nganjuk masih kosong dan belum dimanfaatkan.

Setelah melalui riset, mereka memunculkan ide budidaya ikan. Iwak menyediakan platform yang menghubungkan investor dengan keluarga pembudidaya ikan; orang-orang di kota yang memiliki dana bisa berinvestasi, sementara dana investasi akan digunakan oleh penduduk Nganjuk untuk membuat kolam-kolam ikan.

Skema menarik ini punya skalabilitas tinggi dan memutus rantai bisnis yang sebelumnya rumit dan panjang. Skema yang juga berpotensi “menggusur” cara investasi konvensional melalui lembaga seperti bank.

A disruptive innovation.

Cognosente

Young Social Entrepreneurs 2016 (1)

Cognosente terdiri dari anggota tim berlatar belakang chemical engineering.

Mereka melihat bahwa metode tradisional pembuatan garam tidak bisa memenuhi kebutuhan Indonesia, sedangkan petani garam tradisional tidak bisa bersaing dengan garam berharga murah yang ada di pasar.

Cognosente membantu mengefisiensikan proses produksi garam dengan membuat sistemplant desalinasi air laut menjadi garam dan air tawar, serta mengajarkan petani menggunakan teknologinya.

Valour Footwear

Young Social Entrepreneurs 2016 (3)

Valour adalah brand sepatu yang diproduksi di Bandung. Sepatu valour dibuat dari bahan kanvas berkualitas yang anti air.

Sejalan dengan pengembangan produk, Valour mengusung project SMILE: untuk tiap 10 pasang sepatu yang terjual, sepasang sepatu akan didonasikan untuk mereka yang membutuhkan.

Morbi+

Young Social Entrepreneurs 2016 (1)

Tim Morbi+ terdiri dari tiga orang mahasiswa yang sedang kuliah di Belanda. Ide mereka berangkat dari masalah malnutrisi di Marcos, Sulawesi Selatan.

Dengan latar belakang di bidang teknologi pangan, Morbi+ menciptakan produk makanan bernutrisi berupa biskuit dengan bahan Moringa oleifera. Dalam proses produksinya, pengerjaan akan ikut memberdayakan masyarakat sekitar untuk mendapatkan penghasilan. Produk ini diharapkan bisa menjadi solusi nutrisi untuk masyarakat lokal.


 

Keenam tim tersebut akan menjalankan ide bisnisnya dan berkompetisi kembali dengan 8 tim dari negara lain di babak final, hingga 8 bulan mendatang.

Selain 6 tim tadi, ada 8 tim lain dari Indonesia dengan ide mereka masing-masing.

Menyenangkan rasanya mendengarkan cerita anak-anak asik yang pengen mengubah dunia. Ga ada jaminan ke depan bisnis mereka akan bertahan, tapi ide yang mereka sudah mulai harusnya bisa jadi inspirasi untuk anak muda lainnya.

Obrolan semacam ini harus dibicarakan lebih banyak lagi. Ada pilihan baru untuk anak-anak muda bisa berkarya, menjalankan bisnis yang tidak hanya memberikan kebebasan finansial, tapi juga menciptakan dampak yang membahagiakan.

Kalo kata @achmadzaky, kreativitas dan semangat entrepreneurship itu menular. Karenanya cerita seperti ini harus lebih banyak diangkat, spiritnya harus lebih sering ditularkan.

Just like Einstien said: Creativity is contagious.

Pass it on.