Sepatu untuk Siswa-Siswi di Pedalaman NTB

Jaman sekarang, banyak sekolah di Ibu Kota dengan fasilitas canggih. Siswa-siswa pun dituntut untuk mengerti cara pemakaian gadget guna menunjang proses pendidikan. Namun sayangnya, di wilayah pelosok Nusa Tenggara Barat (NTB) masih banyak siswa-siswa yang bahkan tidak memiliki sepatu untuk digunakan ke sekolah. Contohnya adalah SDN 3 Sajang, Kabupaten Lombok Timur dan MIS Darul Ulum, Bima.

d646eb1a545c7ab665091352735fcd27829ab712

Siswa-siswa disana bersekolah menggunakan sepatu yang sudah bolong, sendal dan bahkan ada juga yang tanpa menggunakan alas kaki. “Saya dibelikan sepatu oleh ayah sudah lama waktu kelas 1, tapi sekarang sudah rusak. Jempol kaki saya bisa keluar seperti ini,” ujar Gusti Lanang Ario Adi, siswa kelas 3 sambil memperlihatkan bagian bolong sepatunya.

Mayoritas pekerjaan orang tua mereka adalah sebagai petani kopi, kakao dan tanaman palawija lainnya. Bagi mereka, membeli barang-barang kebutuhan sekunder seperti sepatu bukanlah prioritas dan hanya dilakukan ketika panen berhasil. Selain itu, jarak yang harus ditempuh untuk membeli sepatu pun cukup jauh, bisa memakan waktu hingga 8 jam PP.

317a8e14dc864cdb0e56e2de25809eba18e5df75

Organisasi PutusUratMiskin kemudian membuat halaman galang dana di kitabisa.com/gerakansejutasepatu. Ratusan #OrangBaik berdonasi mengumpulkan dana 20 juta rupiah untuk bantu membeli sepatu bagi siswa-siswa di pedalaman NTB.

Sigit Nugroho dan Bobi Arianto dari efekgila.com serta Unique Nishi dari Gerakan Sejuta Sepatu berkunjung ke dua sekolah yang ada di lereng gunung Rinjani, NTB untuk berbagi sepatu dengan siswa-siswa kurang mampu. Sekolah pertama yang dikunjungi adalah SDN 3 Sajang. Siswa-siswi yang sebelumnya belum memiliki sepatu layak sangat senang ketika diberi sepatu.

foto-rinjani-fix-2

Sekolah kedua yang dikunjungi adalah SDN 1 Sajang. Penyerahan sepatu dilakukan menjelang waktu pulang sekolah bersama dengan kepala sekolah dan guru-guru honorer. “Kami sudah menunggu-nunggu saat seperti ini. Meskipun sepintas murid-murid kami tampak rapi, tapi lihatlah lebih seksama. Ada yang tak memakai sepatu yang layak, juga sandal. Dulu ada beberapa yang nyeker, tapi kami guru-guru patungan untuk membelikan sepatu,” tutur Helman, kepala sekolah SDN 1 Sajang.

foto-rinjani-fix-3

Perjuangan siswa-siswi disana untuk berangkat ke sekolah sangatlah besar. Banyak diantara mereka yang jarak rumahnya jauh hingga mencapai 7 KM untuk pergi ke sekolah. Mereka berangkat dari subuh melewati hutan dan sungai. Waktu yang ditempuh pun bisa mencapai 3 jam. Walau begitu, mereka tetap semangat menuntut ilmu. “Kalau sudah besar, aku mau jadi guru,” ujar salah satu siswa bernama Yaitina Sari.


*Kalian ingin ikutan bantu pendidikan adik-adik di pelosok?

Beryl (4)