Zakat dalam Kaca Mata Keuangan Publik

Pernahkah kamu berfikir bagaimana sebuah negara memposisikan zakat dalam sistem keuangan publik?

Seperti halnya pajak, zakat juga berfungsi sebagai sarana redistribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan. Fungsi ini dapat diliat dari mekanisme zakat yaitu memotong harta orang yang kelebihan (muzakki) untuk diberikan kepada mereka yang kekurangan (mustahik).

Diriwayatkan bahwa salah satu hal utama yang dilakukan oleh Abu Bakar As-Shiddiq pada awal periode kekhalifahannya adalah memerangi umat muslim yang tidak membayar zakat padahal ia sudah wajib untuk berzakat. Hal ini dilakukan karena pada saat itu zakat menjadi sumber pendapatan utama bagi kas negara. Bagaimana negara akan menolong orang miskin dan menyejahterakan rakyat apabila orang-orang tidak berzakat? Hal ini sama saja dengan mendzalimi bangsanya sendiri.

Di negara-negara yang menerapkan hukum Syariah Islam, seperti Arab Saudi, zakat dijadikan sebagai salah satu pendapatan negara yang dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengelolaan zakat biasanya dilakukan satu atap dengan pajak, bagi warga dan perusahaan milik muslim diwajibkan membayar zakat sedangkan warga dan perusahaan milik non-muslim diwajibkan membayar pajak sebagai bentuk kontribusi terhadap negara.

Penggunaan dana pajak dan zakat ini pun dibedakan, karena penerima zakat (mustahik) haruslah seorang muslim maka zakat dikelola untuk disalurkan kepada warga muslim yang berhak menerima zakat (delapan asnaf) dalam berbagai bentuk. Di sisi lain, pendapatan pajak digunakan untuk belanja negara yang bersifat lebih umum seperti pembangunan infrastruktur, penyediaan fasilitas publik, dan lain sebagainya.

Menengok ke dalam negeri, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum Syariat Islam juga menerapkan konsep zakat sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penerapan hukum Syariat Islam di Negeri Serambi Mekah secara de jure mulai dilaksanakan pada tahun 2001 sedangkan penetapan zakat sebagai PAD dimulai sejak tahun 2006. Hampir 10 tahun berlalu, kontribusi zakat terhadap PAD Aceh di masing-masing kabupaten/kota terbilang masih sangat kecil yaitu rata-rata kurang dari 1% pada tahun 2016 karena pelaksanaannya yang belum optimal dan masih adanya banyak kendala.

Terlepas dari berbagai kontroversi dan sistem pengumpulan zakat, baik diperlakukan sebagai pendapatan pemerintah maupun disalurkan secara pribadi oleh muzakki, zakat tetaplah menjadi kewajiban bagi umat muslim dan menjadi sarana untuk berbagi dan saling tolong menolong antar sesama muslim.


Bagi yang sibuk dan suka keluapaan zakat, yuk coba berzakat di zakat.kitabisa.com

Zakat Kitabisa