Kupas Tuntas Kekuatan Hukum Lembaga Amil Zakat di Indonesia

May 28, 2019
Oleh : Kitabisa

Idealnya amil zakat dibentuk oleh negara, dalam hal ini khalifah, sultan atau amir yang resmi. Mereka adalah representasi dari para penguasa yang sah, dimana memang salah satu kewajiban penguasa adalah menegakkan syariat zakat.

Di masa Rasulullah shallaallahu alaihi wa sallam dan para khalifahnya, para amil zakat ini punya kekuatan hukum yang penuh untuk bertindak, bahkan sampai bisa memaksa para muzakki untuk menyerahkan harta zakat yang memang sudah wajib untuk diserahkan. Dimana bila terjadi pembangkangan, harta itu bisa disita plus dengan dendanya, sebagaimana disebutkan dalam hadits.

“Siapa yang menyerahkan zakatnya untuk mendapatkan pahala, maka dia akan mendapatkan pahala. Tetapi siapa yang menolak, maka kami akan menyitanya dan separuh untanya sebagai hukuman dari hukuman tuhan kami tabaraka wata’al.” (HR. Ahmad dan An-Nasai)

Bahkan di masa itu, seorang yang nyata-nyata menolak kewajiban membayar zakat menjadi halal darahnya.

zakat profesi

“Demi Allah, aku pasti memerangi mereka yang membedakan antara shalat dan zakat. Sebab zakat adalah hak harta. Demi Allah, seandainya mereka menolak membayar seekor kambing muda yang dahulu pernah dibayarkannya kepada Rasulullah SAW, pastilah aku perangi.” (HR. Bukhari Muslim Abu Daud Tirmizi Nasai Ahmad).

Dalam lafadz yang diriwayatkan Imam Muslim disebutkan walau pun yang tidak mau ditunaikan dari harta zakat itu hanya sebuah tali pengikat hewan, tetap akan diperangi.

“Seandainya mereka menolak membayar zakat walaupun berupa tali pengikat hewan (pastilah aku perangi).” (HR. Muslim Abu Daud Tirmizi)

Untuk itu dalam prakteknya para amil zakat harus dibekali dengan kekuatan hukum yang pasti, dimana mereka memang diberi wewenang penuh untuk beroperasi secara sah.

Amil Zakat di Indonesia

Di Indonesia memang kita bersyukur bahwa setelah merdeka lebih dari 50 tahun, akhirnya pada tahun 1999 umat Islam punya Undang-undang tentang pengelolaan zakat, yang menjadi dasar hukum. Itu perlu kita syukuri sebagai buah dari perjuangan panjang sekian banyak pihak.

Meski Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat akhirnya diamandemen, hal itu karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu diganti dengan Undang- Undang Republik Indonesia nomor 23 tentang Pengelolaan Zakat tahun 2011.

Berkaitan dengan amil zakat, UU no. 23 tahun 2011 menjelaskan bahwa zakat itu dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS.

Pasal 10 UU no. 23 tahun 2011 menyebutkan bahwa:

  1. Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
  2. Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Meski demikian, masyarakat juga bisa berpartisipasi dalam pengelolaan zakat. Pasal 17 menyebutkan bahwa untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ atau Lembaga Amil Zakat.

Ketentuan Amil Zakat Dalam Islam

Hanya saja, pembentukan LAZ itu bisa terjadi jika menetapi beberapa syarat. Dalam Pasal 18 disebutkan:

  1. Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
  2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:

– terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
– berbentuk lembaga berbadan hukum;
– mendapat rekomendasi  dari BAZNAS;
– memiliki pengawas syariat;
– memiliki kemampuan teknis administratif dan keuangan untuk menjalakannya
– bersifat nirlaba;
– memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
– bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara berkala.

Undang-undang Amil zakat

Undang-undang zakat juga mengatur tentang orang yang secara sengaja bertindak sebagai amil, padahal tak mendapatkan ijin yang berwenang. Pasal 38 menyebutkan: Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

Bahkan Pasal 41 menjelaskan tentang hukuman bagi siapa yang melanggar undang-undang ini. Pasal 41 menyebutkan; Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Fatwa dari MUI hingga Organisasi Islam Indonesia

Majelis Ulama Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa Nomor: 8 Tahun 2011 Tentang AMIL ZAKAT. Fatwa tersebut berbunyi:

Amil zakat adalah:

  • Seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat; atau
  • Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.

Dalam rumusan Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jatim di Sidogiri, 09-10 Juni 2005 dinyatakan siapa yang dimaksud imam dalam kitab fiqih. Imam dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Kepala Pemerintahan dalam hal ini Presiden. Adapun terkait dengan pembentukan amil zakat adalah presiden dan orang-orang diberi wewenang membentuk amil.

Dalam bahtsul masail tersebut juga dinyatakan bahwa panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat tidak termasuk amil yang berhak menerima bagian zakat selama belum mendapatkan SK atau izin dari lembaga yang berwenang.

zakat profesi

Rumusan Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jatim itu juga menambahkan; Mencermati undang-undang zakat yang ada, konsep pembentukan amil versi undang-undang zakat sesuai dengan konsep fikih.

Sedang mekanisme tata kerjanya masih perlu untuk disempurnakan, karena ada tugas-tugas dan kewenangan amil yang belum terakomodir dalam UU zakat, diantaranya kewenangan mengambil zakat secara paksa jika ada muzakki yang menolak membayar zakat.

Para ulama klasik juga menyatakan hal yang sama.

Imam Syafi’i (w. 204 H) pernah menyebutkan:

قال الشافعي: والعاملون عليها من واله الوايل قبضها

Imam Syafi’i berkata: Amil zakat adalah orang yang diangkat oleh wali/ penguasa untuk mengumpulkan zakat.

Kesimpulan. Kedudukan Lembaga Amil Zakat

Dari uraian di atas, maka kepanitian pengumpulan zakat dan distribusinya yang didirikan di masjid atau musholla dapat dianggap illegal terutama di wilayah yang terjangkau oleh BAZNAS atau LAZ yang sudah mendapatkan izin dari pemerintah.

Bagi masjid atau musholla yang di daerahnya belum terjangkau BAZNAS atau LAZ masih bisa dibenarkan atau dianggap legal dengan syarat melaporkan kinerjanya kepada instansi terkait yang dalam hal ini adalah kantor urusan agama (KUA) di tiap kecamatan sebagai ujung tombak kementerian Agama RI yang membidangi urusan zakat.

Meski lebih bagus lagi jika panitia zakat di masjid atau musholla diangkat menjadi UPZ secara resmi dan sah dijadikan amil zakat baik secara syar’i maupun sesuai aturan perundang-undangan yang ada. Hal itu akan berdampak meningkatnya pengumpulan zakat infaq-shodaqoh dan distribusi ZIS lebih tepat sasaran.

Penulis: Yudo Laksono


Setelah membaca artikel ini, semoga tidak ada keraguan untuk segera berzakat. Saat ini di kitabisa.com juga bisa berzakat bagi yang membutuhkan. Download Aplikasi Kitabisa di Google Play Store atau App Store untuk memudahkan kamu dalam berzakat.

Zakat Kitabisa

 

Bagikan