Tak banyak yang tahu bagaimana nasib para buruh gendong Yogyakarta di masa pandemi. Mereka yang biasa membantu pedagang dan pelanggannya di pusat keramaian turus kota Yogyakarta, kini harus berdiam diri di rumah karena pembatasan aktivitas demi perangi pandemi. Seperti kisah Kitabisa Heroes yang satu ini!
Berkah Gamulya merasa sangat prihatin dan terdorong untuk melakukan sesuatu. Apalagi, sebagai manager dari Sister in Danger, ia merasa bernasib sama dengan para buruh gendong itu. Ia dan band indie Sister in Danger kehilangan panggung serta sulit mencari nafkah sejak pandemi ini dimulai.
Dari Warung Mie hingga Dapur Umum Buruh Gendong
Pandemi sudah berkepanjangan. Tak mungkin kita hanya berpaku tangan. Berkah Gamulya atau yang biasa dipanggil Mulya memutuskan untuk menyambung hidup dengan membuka warung mie. Namun ternyata, dampak PPKM sungguh luar biasa. Warung mie itu hanya ramai di hari libur saja.
Merasa sayang dengan peralatan dapur serta ruangan cukup luas yang dibiarkan ‘nganggur’ di hari kerja, muncul sebuah ide kreatif dari Mulya. Ia menyarankan agar warung mi tersebut dijadikan sebagai dapur umum. Berbekal koneksi dan kerjasama dengan para pemerhati sosial lainnya, Mulya membuka dapur umum untuk sediakan makanan bagi para buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo Yogyakarta.
Awalnya, banyak yang bertanya “Mengapa buruh gendong?”. Memang benar, banyak profesi lainnya yang juga terdampak. Namun, yang paling dekat dengan lokasi mereka adalah 4 pasar turis utama, termasuk Pasar Bringharjo. Di sana ratusan hingga ribuan buruh gendong setiap hari mengeluarkan ongkos belasan ribu untuk sampai ke pasar. Biarpun sepi pengunjung, mereka tetap giat mencari nafkah walau selain ongkos, ada biaya makan siang hingga toilet umum yang harus dikeluarkan. Padahal, pendapatan mereka hanya Rp 25 ribuan sehari dan banyak dari mereka yang usianya sudah senja lho!
Lebarkan sayap untuk distribusikan ribuan kotak nasi dengan galang dana
Awalnya hanya puluhan buruh gendong yang bisa mendapatkan nasi kotak dari dapur umum gerakan Mulya ini. Namun setelah dimulai, ternyata banyak masyarakat yang ingin membantu sebagai juru masak, yang mendistribusikan, hingga pendanaannya. Dari banyaknya sambutan baik itu, Mulya bertekad untuk melebarkan sayap lagi dengan membuat galang dana di Kitabisa.
Saat gerakan offlinenya saja sudah luar biasa, gotong royong secara digital melalui halaman galang dana Kitabisa ini mendukungnya dengan memberikan segala kemudahan. Mulai dari publikasi yang lebih luas, metode pembayaran yang lebih beragam, dan target partisipan yang ingin membantu pun bisa lebih banyak dan dari luar kota.
Dampaknya, hingga artikel ini diterbitkan pada 10 September 2021, sudah 9 tahap penyaluran donasi yang dilakukan oleh Mulya dan Sisters in Dangers. Setiap penyalurannya terdiri dari ribuan nasi bungkus untuk ratusan keluarga buruh gendong. Keren ya?
Yuk, tiru gerakan Mulya di wilayahmu! Soalnya, masih banyak nih pekerja-pekerja harian yang kehilangan mata pencahariannya di masa pandemi seperti buruh gendong ini. Jangan sampai inisiatif baik Mulya hanya berhenti di Yogyakarta.