Islam menempatkan wakaf sebagai sumbangan istimewa peradaban Islam yang bermanfaat untuk kemaslahatan umum. Dunia Islam telah mengenal tradisi wakaf sejak abad ke-7 Masehi atau saat Nabi Muhammad Saw. masih berkarya. Sementara, wakaf uang baru dijalankan delapan abad kemudian pada era Turki Utsmani.
Di Indonesia, wakaf pun hadir sebagai salah satu solusi masalah sosial yang dialami masyarakat. Wakaf menjadi sumber dana abadi umat, terutama bagi keberlangsungan hidup kaum dhuafa, anak yatim piatu, hingga melengkapi sarana dakwah umat muslim. Maka, memastikan cara pengelolaan wakaf menjadi isu yang perlu dicermati semua pihak.
Keberadaan Badan Wakaf Indonesia
Keberadaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) menjadi bukti keseriusan negara dalam mengembangkan dan memajukan perwakafan tanah air. Dasar pembentukan lembaga negara independen ini adalah UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
BWI hadir untuk membina dan membimbing nazhir (pengelola aset wakaf). Tujuannya, para nazhir bisa menjalani cara pengelolaan wakaf yang benar, produktif, dan memberi lebih banyak manfaat kepada masyarakat.
Adapun tugas dan wewenang BWI adalah:
- Membina nazhir dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
- Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf skala nasional maupun internasional
- Menyatakan persetujuan dan atau izin terkait perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf
- Memberhentikan dan mencari pengganti nazhir
- Menyetujui penukaran harta benda wakaf
- Sebagai penasehat pemerintah terkait penyusunan kebijakan perwakafan.
Cara Mengelola Wakaf Tunai
Saat ini terdapat beberapa jenis wakaf yang sudah memiliki cara pengelolaan cukup baik, antara lain wakaf tunai. Potensi wakaf tunai terbilang besar di Indonesia. Apalagi, BWI pernah merilis potensi wakaf tunai dapat menyentuh angka Rp180 triliun per tahun.
Dengan potensi tersebut, pengelolaan wakaf tunai pun menjadi isu penting. Optimalisasi tata regulasi wakaf, meningkatkan kapasitas nazhir dan literasi wakaf, serta memaksimalkan pemanfaatan teknologi jadi pekerjaan rumah yang harus segera dilakukan.
Namun, pandemi mampu mendorong percepatan inklusi digital pada semua aspek kehidupan, termasuk perwakafan. Inisiasi penguatan wakaf berbasis digital pun semakin berkembang sehingga mempermudah donatur bertransaksi dan membantu pengelolaan wakaf.
Saat ini banyak nazhir dan Lembaga Keuangan Syariah – Penerima Wakaf Uang (LPK PWU) yang membuka kesempatan berwakaf melalui layanan elektronik perbankan, seperti mobile banking, internet banking, ATM, dan QRIS code. Bahkan, kanal non-bank juga gencar mengedukasi wakaf, mulai dari dompet digital, e-commerce, hingga crowdfunding platform seperti Kitabisa.
Dari situ, uang wakaf yang terhimpun lalu diinvestasikan ke dalam produk keuangan syariah resmi, misalnya sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau deposito mudharabah. Hasil pengelolaan wakaf tunai ini sebanyak 10% akan digunakan nazhir selaku pengelola aset wakaf, sedangkan sisanya diberikan kepada mawquf’alaih atau penerima manfaat.
Tantangan Pengelolaan Wakaf Produktif
Wakaf tunai sebagai salah satu jenis wakaf produktif memang mempunyai keunikan dalam cara mengelolanya. Namun, baru segelintir masyarakat yang memahami luasnya cakupan wakaf produktif. Sebagian besar masyarakat berpandangan wakaf hanya berupa tanah, sumur, atau bangunan, serta terfokus pada tiga lembaga, seperti madrasah, masjid, dan makam.
Padahal, dalam UU tentang Wakaf sudah menyebutkan cara pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf secara produktif. Misalnya, melalui cara pengumpulan, penanaman modal, produksi, perdagangan, agrobisnis, investasi, rumah susun, sarana kesehatan, pembangunan gedung, perindustrian, serta usaha lain yang sejalan dengan prinsip syariah Islam.
Artinya, situasi demikian hadir sebagai tantangan bagi para pihak berkepentingan dalam mengelola wakaf produktif. Untuk pemberdayaan harta benda wakaf harus dilakukan penggabungan antara sistem wakaf uang dan wakaf tanah, termasuk kerja sama lintas kementerian untuk menyusun kebijakan yang spesifik.
Integrasi data wakaf nasional merupakan solusi terbaik untuk menangani hambatan dan masalah pengembangan wakaf produktif di Indonesia. Maka, BWI sudah mulai menginisiasi Pusat Kajian dan Transformasi Digital yang bertugas merumuskan, mengkoordinasikan, dan menerapkan digitalisasi dan pengembangan integrasi data wakaf nasional.
Tentu hal tersebut menunjukkan upaya serius negara dalam menguatkan kepercayaan dan transparansi publik terkait tata kelola wakaf. Dengan wakaf yang terkelola baik, pasti akan memperkuat posisi wakaf sebagai salah satu elemen penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum.
Demikian penjelasan mengenai cara pengelolaan wakaf di Indonesia, khususnya wakaf tunai serta tantangan mengelola wakaf produktif. Jika kamu tertarik berdonasi lewat Wakaf Produktif, yuk, mulai donasimu di Wakaf Produktif Kitabisa sekarang!