Deretan Kisah di Balik Tsunami Selat Sunda

December 28, 2018
Oleh : Nisrina Darnila

Bencana tsunami yang menerjang Selat Sunda, Banten menyisakan luka yang mendalam. Gelombang tsunami pada Sabtu malam (22/12) itu menyapu ratusan korban jiwa serta puluhan bangunan rumah.

Menurut data sementara, dampak bencana tsunami hingga hari Senin (24/12) pukul 17.00 WIB, terdapat 373 orang meninggal dunia, 1.459 orang luka-luka, 128 orang hilang, 5.665 orang mengungsi dan 681 unit rumah rusak.

Tsunami Selat Sunda
Sumber Foto: BBC Indonesia

Dari sederet duka yang dialami oleh korban, terselip cerita perjuangan para korban yang selamat dari gelombang tsunami. Dengan tenaga yang tersisa, mereka berusaha menyelamatkan diri di atas air laut tsunami atau di bawah reruntuhan bangunan.

Berikut adalah kisah di balik tsunami Banten:

  1. Willy yang Berenang Selama 3 Jam di Lautan

Tsunami Selat Sunda
Sumber Foto: kompas.com

Willy Siska merupakan warga Pulogadung, Jakarta Timur. Saat tsunami menerjang Banten dan sekitarnya, Willy bersama keluarganya sedang mengikuti acara Family Gathering PLN di Tanjung Lesung.

Gelombang tsunami yang datang dari arah kiri menyeret Willy ke laut. Ketika ia mencoba untuk berenang ke pesisir pantai, gelombang tsunami kembali terjadi hingga dirinya terseret sejauh 2 km dari tepi pantai.

Willy terus berusaha untuk berenang ke tepi pantai dan mencari anak serta istrinya. Saat itu, Willy melihat ada dua anak kecil yang tengah terapung dengan bantuan papan kayu. Willy pun tergerak untuk membantu dua anak tersebut.

Setelah hampir 3 jam berenang di lautan, Willy dan dua anak yang ia selamatkan akhirnya berhasil sampai di pesisir pantai. Willy menceritakan bahwa kondisi pantai cukup mencekam serta beberapa pohon juga roboh.

Meski keluarganya menjadi korban, Willy tetap tergerak untuk menyelamatkan korban lainnya. Istri dan anak pertamanya menjadi korban meninggal, sementara putranya yang paling kecil belum berhasil ditemukan.

  1. Pencari Cumi yang Terbawa Ombak dari Tengah Laut

Tsunami Selat Sunda
Sumber Foto: BBC Indonesia

Marzuki sedang mencari cumi ketika tsunami terjadi. Ia juga melihat bahwa Gunung Anak Krakatau meletus dan mengeluarkan bunyi letusan yang berbeda dari biasanya.

“Kayak lihat kembang api. Bunyinya juga keras kayak petasan terus keluar asap putih” tutur Marzuki.

Tiga jam kemudian, gelombang tsunami menarik Marzuki ke tengah laut. Setelah beberapa saat, tubuh Marzuki terlempar ke sawah. Ia berusaha untuk berlari menjauh dari pantai. Saat gelombang tsunami datang kembali, ia memanjat dan bertahan di atas pohon.

Setelah merasa cukup aman, Marzuki turun dari pohon dan mencari keluarganya di rumah. Beruntung, istri, dan anaknya berhasil mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Sementara itu, orang tua Marzuki sempat menjalani perawatan karena tertimpa reruntuhan tembok rumah.

  1. Anak Berumur 5 tahun Bertahan di Bawah Reruntuhan

Tsunami Selat Sunda
Sumber Foto: Dok. Mabes Polri

Anak berusia 5 tahun bernama Ali menjadi salah satu korban selamat tsunami Banten.  Ia diselamatkan oleh tim evakuasi setelah terjebak selama 12 jam di bawah reruntuhan bangunan Mutia Hotel, Pantai Carita, Pandeglang.

https://www.instagram.com/p/Br1fpMjB6oK/?utm_source=ig_web_copy_link

Petugas berhasil menemukan Ali saat mendengar suara tangisannya dari bawah reruntuhan. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal, saat ditemukan Ali mengalami luka ringan dan sudah ditangani oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Banten.

Pihak kepolisian bersama instansi terkait terus berusaha mencari orang tua dari Ali. Akibat tsunami Selat Sunda, Ali harus terpisah dari orang tuanya.

  1. Penjual Tahu Keliling Bantu Korban Tsunami Selat Sunda

Tsunami Selat Sunda

Arifin (20), warga Tigaraksa, Tangerang, bukanlah salah satu korban selamat tsunami Banten. Arifin merupakan pedagang tahu keliling.

Setelah tsunami terjadi, Arifin mendapatkan informasi bahwa kecamatan Sumur, Pandeglang belum mendapatkan bantuan. Padahal, Sumur menjadi daerah yang mengalami dampak paling parah.

Mulai dari itu, Arifin berangkat ke Sumur menggunakan sepeda motornya untuk membantu para korban tsunami. Bukan dengan tangan kosong, Arifin pergi ke sana dengan membawa makanan cepat saji yang nantinya akan diberikan kepada warga Sumur.

Bersama istrinya, Arifin melewati jalan yang rusak dan licin. Melihat kondisi jalan yang cukup sulit dan keterbatasan alat transportasi, Arifin hanya bisa membawa empat kardus makanan.  Arifin dan istri harus menghabiskan waktu perjalanan selama 7 jam untuk menuju ke daerah Sumur, Pandeglang. Semua tantangan rela ia jalani demi membantu para pengungsi tsunami Banten.

Bagikan