Menyembelih qurban pada Hari Raya Iduladha merupakan ibadah sunah yang sarat hikmah dan keutamaan. Selain mendekatkan diri kepada Allah, qurban juga memiliki nilai sosial, yaitu bertujuan untuk membantu/menggembirakan sesama yang kurang mampu.
Keutamaan ibadah qurban ini dinyatakan dalam hadis. Dari Aisyah, Rasulullah pernah bersabda yang artinya:
“Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapa yang memiliki kemampuan untuk berqurban, tetapi ia tidak mau berqurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Hukum Qurban
Ibadah qurban hukumnya sunah muakkad (sunah yang diutamakan). Diketahui bahwa Rasulullah bahkan tidak pernah meninggalkan perintah berqurban sejak pertama disyariatkan sampai akhir hidupnya. Nah, ketentuan qurban sebagai ibadah sunah muakkad ini diperkuat oleh pendapat Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Adapun Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa orang yang mampu dan tidak sedang bepergian (safar), maka wajib hukumnya untuk berqurban.
Bagaimana Hukum Qurban bagi Orang yang Sudah Meninggal?
Pada dasarnya, perintah berqurban ditujukan kepada umat muslim yang masih hidup. Namun, banyak juga yang bertanya mengenai hukum qurban bagi orang yang sudah meninggal—apakah diperbolehkan atau tidak. Biasanya hal ini berkaitan dengan wasiat almarhum kepada keluarga ketika masih hidup.
Mengenai hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Pendapat pertama datang dari Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin. Beliau secara tegas menyatakan bahwa tidak ada qurban untuk orang yang telah meninggal kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.
“Tidak sah berqurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seizinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk diqurbani” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321)
Namun, pandangan berbeda datang dari Abu al-Hasan al-Abbadi, yang mengemukakan bahwa hukum qurban bagi orang yang sudah meninggal diperbolehkan karena termasuk sedekah.
“Seandainya seseorang berqurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berqurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama” (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406)
Di kalangan ulama, pendapat pertamalah yang dianggap lebih sahih. Sementara pandangan kedua dianut oleh mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali. Nah, kalau kamu ingin berqurban untuk anggota keluarga yang telah meninggal, berarti kamu mengikuti pendapat yang kedua—yang menyatakan bahwa qurban tersebut sebagai sedekah dan pahalanya sampai kepada almarhum.
Berqurban via Kitabisa
Kalau kamu berniat mempersembahkan qurban untuk kerabat atau anggota keluarga yang meninggal, tapi tak punya cukup waktu untuk mengurus segala sesuatunya sendiri, berqurban secara online bisa jadi alternatif yang tepat.
Salah satu platform tepercaya yang siap menyalurkan qurbanmu dan keluarga adalah Kitabisa. Dengan beberapa langkah praktis, qurban darimu akan dibagikan secara merata kepada ribuan fakir miskin di dalam dan luar negeri. Ayo berqurban via Kitabisa sekarang!
Kamu bisa melaksanakan ibadah qurban sesuai syariah Islam melalui di Kitabisa. Yuk, qurban sekarang dengan klik gambar di bawah ini!