- Buruh gendong di empat pasar tradisional Jogja merasakan dampak dari pandemi. Ibu-ibu berusia 50-70 tahun berasal dari luar kota Jogja harus memanggul berat di punggung dengan upah tak seberapa.
- Normalnya, mereka mendapat 50 per hari. Sejak pandemi mereka hanya mampu mengantongi 14 ribu per hari.
- Band Sisters in Danger bersama dengan sekelompok warga Jogja menginisiasi gerakan untuk membantu meringankan beban buruh gendong perempuan melalui galang dana kitabisa.com/buruhgendong
Jakarta, 30 November 2020 – Buruh gendong dan pasar tradisional Jogja merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan. Hampir di setiap pasar tradisional di Yogyakarta dapat dijumpai buruh gendong yang berseliweran, mencari pelanggan untuk diangkut barangnya. Dengan gendongan kain sederhana, para buruh yang rata-rata merupakan perempuan lansia membawakan barang pembeli, diantarkan ke tempat tujuan, kemudian mendapat upah. Naasnya, kehidupan buruh gendong perempuan berubah sejak pandemi melanda.
Biasanya, para buruh gendong perempuan mendapatkan upah Rp 50 ribu per hari. Namun sejak pandemi, Rp 15 ribu pun sulit sekali mereka dapatkan. Tentu saja jumlah penghasilan sehari tidak sanggup menutupi kebutuhan harian. Perjalanan naik bus dan biaya makan menjadi besar karena rata-rata buruh gendong datang dari luar kota Jogja. Tak jarang, para buruh gendong harus menginap di emperan toko karena tak mempunyai ongkos pulang dan harus berpuasa karena uang untuk makan tak mencukupi.
Gerakan Saling Bantu #RakyatBantuRakyat Melahirkan Dapur Umum
Sisters in Danger bersama dengan Dapur Bakzoo menginisiasi kegiatan #RakyatBantuRakyat, dengan membuka dapur umum untuk membantu meringankan beban para buruh gendong perempuan melalui galang dana di kitabisa.com/buruhgendong. Selain bantuan dana secara online, bantuan bahan makanan pun berdatangan langsung ke dapur umum.
Gerakan #RakyatBantuRakyat merupakan respon atas keadaan ekonomi yang menghimpit pekerja harian yang mengalami penurunan penghasilan harian. Harapannya, nasi bungkus yang dibagikan akan membantu menghemat pengeluaran makan sehari-hari.
Dalam sehari, dapur umum bisa membuat ratusan nasi bungkus yang akan dibagikan ke buruh gendong perempuan di empat pasar tradisional. Pembagian nasi bungkusnya pun tidak dilakukan secara acak, melainkan rutin kepada penerima yang sama. Tujuannya, agar adanya keamanan pangan bagi para ibu-ibu tersebut.
Tak hanya menggalang dana, gerakan ini berhasil menggalang tenaga relawan dari berbagai kalangan. Seperti ibu Dyah, relawan senior dengan usia 59 tahun yang menjadi kepala koki di dapur umum. Pengalamannya sebagai pemilik usaha catering di Jakarta membuatnya terpanggil untuk membantu aksi sosial seperti ini. Selain ibu Dyah, ada banyak relawan lain yang jauh lebih muda. Namun usia tak menjadi penghalang untuk menyebarkan semangat kebaikan.
Dapur umum telah berlangsung dari bulan Oktober dan masih terus membagikan nasi bungkus secara rutin. Dukung keberlangsungan dapur umum melalui kitabisa.com/buruhgendong untuk membantu meringankan beban buruh gendong perempuan di Yogyakarta.