Wakaf pada dasarnya adalah perbuatan memberikan sebagian harta untuk kepentingan bersama sesuai dengan hukum Islam. Secara umum, hukum wakaf adalah boleh. Tetapi persyaratannya disesuaikan lagi dengan contoh-contoh wakaf dan jenisnya.
Di Indonesia, wakaf termasuk salah satu jenis ibadah dengan payung hukum kuat. Aturan tentang wakaf tidak hanya berdasarkan keputusan MUI, tetapi juga Kementerian Keuangan dan Kementerian Agama. Hal ini karena, pemanfaatan wakaf di Indonesia cukup beragam.
Wakaf Menurut Fiqih
Berdasarkan fikih, ada perbedaan pandangan serta pendapat dari para ulama tentang definisi wakaf. Menurut Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafi, wakaf adalah menahan suatu benda untuk diambil manfaatnya dalam hal kebaikan. Berdasarkan pendapat ini, kepemilikan suatu benda tetap ada pada waqif (pemilik harta) dan nantinya boleh diambil kembali atau bahkan diperjualbelikan.
Apabila waqif wafat, maka harta yang diwakafkan menjadi harta warisan. Sederhananya, praktif wakaf menurut Imam Hanafi adalah menyumbangkan manfaat dari suatu harta (tanah misalnya), untuk nantinya diambil jika diperlukan atau ketika akan diwariskan.
Pendapat Imam Hanafi ini sejalan dengan pendapat Imam Malik yang menyatakan bahwa kepemilikan waqif atas hartanya tidak terputus. Kontras dengan dua Imam tersebut, Imam Syafi’I dan Imam Hambali berpendapat bahwa kepemilikan harta lepas dari waqif begitu harta diwakafkan.
Ketika waqif wafat, harta tersebut juga tidak boleh diwariskan dan akan selalu menjadi sedekah jariyah yang manfaatnya berlangsung terus menerus. Baik waqif maupun ahli warisnya juga tidak berhak menentukan penyaluran wakaf. Inilah mengapa Imam Syafi’I mendefiniskan wakaf sebagai menyedekahkan benda yang statusnya milik Allah untuk kepentingan sosial.
Berdasarkan fikih kontemporer, pendapat Imam Syafi’I lah yang paling sering dijadikan acuan. Dari pendapat tersebut dirumuskan beberapa syarat dan rukun wakaf sebagaimana praktik ibadah lainnya. Adapun rukun wakaf berdasarkan fikih adalah:
- Adanya waqif atau orang yang berwakaf
- Adanya mauquf’alaih atau penerima wakaf
- Adanya mauquf atau barang yang diwakafkan, dan
- Adanya sighat, lafal ketika mewakafkan secara jelas
Setiap rukun tentu saja memiliki syarat masing-masing yang menentukan apakah wakaf tersebut sah. Di Indonesia, selain berdasarkan fikih aturan wakaf juga diatur undang-undang dan fatwa MUI. Hal tersebut yang menjadi acuan para lemaba penerima wakaf (nazhir) dalam menjalankan organisasinya.
Selain itu, fikih tentang wakaf juga memuat macam atau contoh-contoh wakaf. Setidaknya ada 4 jenis wakaf yang dikenal dan perlu kita ketahui apa saja bentuknya.
Macam-Macam Wakaf
1. Berdasarkan Peruntukkan
Maksudnya berdasarkan peruntukkan adalah, jenis wakaf ini dibedakan menurut sifat penyaluran wakaf. Dalam ilmu fikih, setidaknya ada 3 jenis wakaf jika dikategorikan berdasarkan peruntukkannya, yaitu wakaf ahli, Khairi, dan wakaf Mustarak. Wakaf ahli adalah wakaf yang sifatnya kekeluargaan.
Hal tersebut berarti, penyaluran wakaf adalah untuk menjamin kesejahteraan lingkungan keluarga dan kerabat waqif. Berbanding terbalik dengan wakaf ahli, Khairi dan Mustarak merupakan wakaf yang pengelolaan dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan keagamaan, sosial, dan umum.
2. Berdasarkan Harta
Sementara itu, berdasarkan harta wakaf dibedakan lagi menjadi beberapa contoh. Wakaf berdasarkan harta ada tiga, yaitu benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang, dan benda bergerak berupa uang. Contoh wakaf berdasarkan jenis harta adalah, tanah dan bangunan, untuk benda tidak bergerak.
Untuk benda bergerak selain uang, contohnya adalah air, bahan bakar minyak, surat berharga, mobil Ambulans, dan lain sebagainya. Sedangkan contoh benda bergerak berupa uang adalah, wakaf tunai.
3. Berdasarkan Waktu
Selanjutnya adalah contoh atau jenis wakaf berdasarkan waktu. Hal ini merujuk pada lamanya penggunaan atau pemanfaatan harta yang diwakafkan. Berdasarkan waktu, jenis wakaf terbagi menjadi dua yaitu wakaf Muabbad dan wakaf Mu’aqqot. Muabbad adalah wakaf yang diberikan untuk dimanfaatkan selamanya, sedangkan Mu’aqqot merupakan wakaf yang diberikan untuk dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu.
4. Berdasarkan Penggunaan
Terakhir, berdasarkan penggunaan. Dalam hal ini, wakaf dibedakan lagi menjadi dua yaitu wakaf Dzati dan wakaf Mitsitsmary. Wakaf Dzati atau Ubasyir artinya, wakaf tersebut diberikan dalam bentuk layanan sosial seperti sekolah, klinik, atau rumah sakit.
Sementara itu wakaf Mitsitsmary bersifat investasi yang hasilnya akan diwakafkan sesuai keinginan waqif. Ketentuan wakaf Dzati maupun Mitsitsmary ini berdasarkan hukum fikih serta hukum tentang wakaf yang berlaku di negara kita.
Nah, itulah contoh-contoh wakaf dan kedudukannya dari kaca mata fikih. Jadi, mana jenis wakaf yang ingin kamu tunaikan? Pastikan untuk menyalurkannya di lembaga nazhir tepercaya seperti KitaBisa, ya. Semoga bermanfaat.