Mengenali Penyakit Saraf Autoimun, Sindrom Guillain-Barre (GBS)

October 16, 2018
Oleh : 3PP Kitabisa

Apakah itu Sindrom Guillain-Barre?

Sindrom Guillain-Barre  atau sering dikenal juga dengan polineuropati demielinisasi akut merupakan suatu kondisi dimana terjadi gangguan pada saraf tepi berupa rusaknya selubung pembungkus serabut saraf yang disebabkan oleh autoimun, sehingga otot-otot menjadi lemah bahkan bisa lumpuh dan tak jarang berujung pada kematian.

Sindrom Guillain-Barre (SGB) pertama kali ditemukan oleh beberapa orang yaitu dokter di Prancis pada masa perang dunia pertama. Pada saat itu, terdapat beberapa orang pasien dengan gejala memiliki kemiripan berupa kelemahan otot yang terjadi secara progresif, dan dari hasil autopsi setelah pasien meninggal menunjukkan demielinisasi pada susunan saraf tepi.

Seberapa banyakkah angka untuk penyakit ini?

Insiden SGB di Indonesia masih cukup jarang. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tercatat sebanyak 48 orang pasien pada tahun 2010-2011 yang dirawat dengan diagnosis Sindrom Guillain-Barre, dan jumlah ini mengalami kenaikan di tahun 2012 sebanyak 10%. Di dunia sindrom ini terjadi dalam 0,6 hingga 1,9 kasus dalam 100.000 populasi penduduk. Jumlah yang cukup langka namun mengalami kenaikan insiden. Oleh karena itu, kita perlu tahu fakta penyakit ini. Usia yang sering diserang yaitu berkisar 15-35 tahun dan tercatat bahwa usia laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan.

 

Kenapa bisa ada penyakit Sindrom Guillain-Barre? Apa sih penyebabnya?

Sindrom Guillain-Barre merupakan penyakit autoimun, dengan kata lain terjadi kerusakan pada salah satu komponen kekebalan tubuh penderitanya yang menyebabkan sistem imun menyerang dirinya sendiri dengan menghancurkan selubung saraf pada sistem saraf tepi. SGB bukanlah penyakit keturunan ataupun penyakit menular. Namun, SGB bisa dicetuskan oleh infeksi, vaksinasi, maupun penyakit sistemik lainnya. Infeksi yang paling dominan mendahului SGB ini adalah infeksi saluran cerna. Tak jarang penderita SGB awalnya mengeluhkan diare, barulah 1-3 minggu kemudian  SGB mulai menunjukkan gejala.

Lalu, gejala seperti apa dong yang harus kita waspadai?

Di awal penyakit, gejala pertama yang muncul adalah kesemutan pada kedua kaki yang bersifat simetris dan dimulai dari bawah yang menjalar ke atas. Selanjutnya terjadi kelemahan otot, tangan dan kaki dirasakan kurang berdaya untuk melakukan gerakan biasa. Untuk beberapa kasus, juga ditemukan gangguan pada saraf pusat berupa lumpuh pada salah satu sisi wajah, kesulitan menelan, kesulitan mengeluarkan suara dan pandangan ganda. Hal ini biasanya terjadi setelah terjadi kelemahan pada keempat anggota gerak.

Rasa nyeri juga seringkali dirasakan penderita Sindrom Guillain-Barre. Nyeri paling berat dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha. Dikarenakan sindrome yang sudah berjalan cukup lama.

Sindrom Guillain-Barre bisa sembuh secara sempurna untuk 75% kasus. Sembuh dengan menyisakan gejala sisa untuk beberapa kasus dan ada yang berlanjut menjadi lebih berat hingga menyebabkan kematian. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi berat berkisar 4 minggu.

Untuk SGB yang berlanjut menjadi kasus berat, kelemahan otot sudah sampai ke otot pernafasan. Penderita SGB tidak mampu untuk bernafas secara normal hingga masuk ke kondisi  gagal nafas. Tidak jarang kondisi gagal nafas ini diperberat dengan adanya aspirasi pneumonia. Hingga seringkali pasien meninggal disebabkan kedua hal ini. Perawatan di ICU serta bantuan alat bantu nafas bernama ventilator sangat dibutuhkan untuk mempertahankan penderita agar tetap hidup. Namun penggunaan ventilator tentu memiliki batasan dan mempunyai efek juga bagi pemakainya.

 

Pemeriksaan fisik apakah yang dilakukan dokter jika curiga SGB?

Sebelum diperksa fisik secara keseluruhan, terlebih dahulu pasien maupun keluarga akan ditanya mengenai keluhan yang disarakan. Faktor pencetus yang mungkin ada sebelumnya. Barulah dilakukan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan yang paling sederhana dilakukan berupa pemeriksaan sensorik dengan menggunakan kapas, jarum tumpul, benda dengan suhu panas maupun dingin. Dokter akan membandingkan sensari kedua kaki dan tangan apakah simetris atau tidak dan sudah sejauh mana penurunan fungsi sensorinya.

Kemudian pemeriksaan motorik, pasien akan diminta untuk mengangkat kaki kiri dan kanan bergantian, begitu juga dengan tangan, serta menilai kekuatannya.

Bagaimanakah pengobatannya?

Untuk SGB yang berat, perlu dilakukan penggantian cairan plasma darah atau dikenal juga dengan plasmapheresis. Plasma yang sudah mengandung kompleks autoimun perlu diganti dengan yang baru. Fisioterapi dibutuhkan untuk mencegah kekakuan pada seluruh otot-otot, dan penderita juga akan dilatih dan dimotivasi untuk terus menggerakkan otot-ototnya. Perawatan di ruang ICU dengan bantuan ventilator dilakukan jika sudah sampai pada tahap gagal nafas.

Penyakit ini apakah bisa dicegah?

Jika bertanya apakah ada tindakan tertentu untuk mencegah penyakit ini tidak terjadi pada diri atau keluarga, jawabannya adalah tidak ada. Penyakit autoimun tidak dapat dideteksi siapa yang akan diserang dan kapan waktu akan menyerangnya. Tindakan terbaik yang bisa dilakukan yaitu menjaga daya tahan tubuh untuk tetap optimal sehingga tidak mudah diserang oleh berbagai jenis bakteri atau virus yang bisa memicu terbentuknya penyakit autoimun ini. (dr. Husnul Wahyuni).


Kadek Nia Murni Yastini merupakan salah satu pasien Sindrom Guillain-Barre. Nia merupakan salah satu murid di SMK Penerbangan Cakra Nusantara Bali. Saat ini Nia dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar untuk mendapatkan penanganan yang lebih intensif. Nia menggunakan ventilator (alat bantu pernapaan). Bapak Made Sutawan, salah seorang guru di SMK Penerbangan Cakra Nusantara Bali yang kemudian tergerak hatinya untuk membantu Nia kemudian membuat campaign melalui Kitabisa. Hingga saat ini Bapak Made Sutawan menggalang dana melalui link berikut ini.

Selain itu, Bapak Apit Sopian, ayah Arya yang juga merupakan salah satu anak yang didiagnosis Sindrom Guillain-Barre. Arya, yang sebelumnya dirawat dalam kondisi koma di ruangan PICU salah satu rumah sakit di Bandung, saaat ini sudah kembali ke rumah dalam kondisi sadar dan sudah jauh lebih membaik.


Seperti Bapak Made dan Bapak Arya, kamu juga bisa menolong keluarga, sahabat, atau tetanggamu yang sedang butuh bantuan biaya pengobatan dengan cara galang dana di Kitabisa. Melalui galang dana di Kitabisa, kamu bisa menerima donasi dari keluarga, sahabat, dan para donatur yang tergerak membantu.

Kamu juga bisa membantu mereka yang sedang berjuang melawan penyakitnya dengan cara berdonasi di halaman Kitabisa atau Aplikasi Kitabisa. Dengan Aplikasi Kitabisa, kamu dapat berdonasi secara online dimanapun dan kapanpun. Yuk, download Aplikasi Kitabisa dan bantu mereka yang butuh bantuan biaya pengobatan!

Bagikan