Dikutip dari laman PBB, untuk mewujudkan agenda besar Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) pada 2030. Pada tahun itu, masyarakat dunia akan berjalan beriringan dalam berbagai rupa perbedaan dan tidak meninggalkan siapa pun atas dasar kelompok dan golongan, termasuk para penyandang cacat. Hal ini sesuai dengan tiga pilar utama PBB, yakni pembangunan, HAM, dan perdamaian keamanan. Namun, untuk mencapai itu semua diperlukan tindakan nyata dari kedua pihak, baik penyandang cacat maupun masyarakat pada umumnya. Para penyandang disabilitas perlu menunjukkan kepada lingkungannya, mereka dapat berbuat sesuatu meski dalam kondisi yang terbatas. Ada hal-hal yang bisa dikerjakan dengan baik meskipun dengan cara mereka yang pasti berbeda.
Masyarakat pun harus membuka mata bahwa dalam lingkungan sosial, mereka hidup berdampingan dengan saudara-saudaranya yang memiliki keterbatasan kemampuan secara fisik dan mental. Untuk itu, pembangunan berbagai sarana dan prasarana ramah disabilitas penting untuk diwujudkan. Hal itu dikarenakan, dunia ini tidak hanya dihuni oleh mereka yang memiliki keadaan normal. Jika kedua hal itu bisa terlaksana dengan baik, maka mimpi pada 2030 tentang dunia yang damai dalam kesetaraan tidak sulit untuk dicapai. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), jumlah penyandang disabilitas di seluruh dunia mencapai 15 persen dari total populasi dan 2 persen hingga 4 persen di antaranya mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi tubuhnya.
Sementara total penduduk dunia saat ini berdasarkan data Worldometer, kurang lebih ada di angka 7,7 miliar jiwa. Itu berarti lebih dari 1,1 miliar jiwa hidup dalam berbagai macam bentuk kelainan tubuh atau mental. Inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, terutama dalam pergaulan dan pembangunan yang berkeadilan. Pemahaman bahwa cacat adalah keadaan yang bisa saja terjadi di dalam kehidupan manusia, baik bersifat sementara maupun permanen, harus diterapkan. Mereka yang menyandang cacat fisik maupun mental, selamanya akan menjadi bagian dari kehidupan sosial di masyarakat yang juga memiliki hak sama.
Berbagai Pandangan Tentang Tuna Daksa
Berbicara tentang para penyandang cacat, kita perlu melihatnya dari berbagai aspek, seperti sosial, agama, pendidikan, dan sebagainya. Dimensinya juga berbeda, ada yang cacat sejak lahir ada juga yang bersifat accidental. Namun bagaimana pun, tak ada manusia yang ingin dilahirkan dalam keadaan cacat atau diberi kecacatan di pertengahan hidupnya. Oleh sebab itu sudah sepantasnya kita menunjukkan kasih sayang kepada mereka.
Bila merunut pada Undang-undang, para penyandang cacat haruslah diberikan fasilitas lebih oleh negara, meliputi fasilitas kesehatan, pendidikan, dan umum. Sebagai warga negara, mereka juga sangat berhak memperoleh pertanggungjawaban dari negara. Pada beberapa pasal disebutkan pula, bahwa setiap warga berhak hidup sejahtera lahir dan batin serta bertempat tinggal di lingkungan hidup yang baik serta berhak mendapatkan layanan kesehatan. Tak hanya itu, setiap warga juga berhak memperoleh perlakuan khusus, dan memiliki hak sama dalam konsep bernegara dan berkeadilan. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian pada mereka yang istimewa memang amat penting.
Kita tidak boleh memandang mereka sebelah mata walau hanya sedikit. Sebab, dibalik ketidaksempurnaan fisik atau psikis mereka, pasti terdapat kelebihan yang tak dimiliki semua orang.
Percayalah selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa. Banyak di antara mereka memiliki kontribusi besar bagi bangsa dan negara, sebut saja Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gusdur, meski matanya tak dapat melihat, namun ia mampu menjadi salah satu orang nomor satu di negeri ini. Selanjutnya Huttington, meski cacat ia adalah seorang tokoh Fisika berwawasan global, yang telah diakui dunia. Kita juga dapat melihat di televise dan koran, banyak cerita tentang mereka yang tak sempurna namun memberikan kesempurnaan pada dunia.
Zakat untuk Tuna Daksa
Dewasa ini, kepedulian masyarakat Indonesia terhadap para penyandang cacat bisa dikatakan masih kurang. Hal ini tampak dari pola hidup warganya, khususnya di perkotaan. Mereka hidup secara konsumtif bahkan cenderung hedonis, sehingga jangankan untuk peduli bahkan mengingat saja belum tentu terlintas di benak mereka.
Meminimalisir kondisi tersebut, Yayasan Visi Maha Karya mengajak kamu semua untuk berzakat profesi yakni menyisihkan sebagian penghasilan kamu. Zakat kamu untuk mereka mengembalikan kesempatan para penyandang tuna daksa kembali berkarya dan mandiri.
Yayasan Visi Maha Karya adalah lembaga kemanusiaan yang fokus kepada para penyandang disabilitas tuna daksa. Keterbatasan kaum disabilitas untuk bisa beraktivitas normal kemudian mengakibatkan mayoritas dari mereka kehilangan sumber penghasilan yang layak. Tak jarang bahkan yang menjadi miskin karena kesulitan mencari pekerjaan. Permasalahan tersebut yang menjadi alasan pokok terlahirnya program “Kakiku Kini Kembali”.
Sejak diluncurkan pada tahun 2016, Kakiku Kini Kembali telah memberikan bantuan berupa kaki palsu, tangan palsu, dan melakukan pemberdayaan kepada 50 orang penyandang tuna daksa berlatar belakang tidak mampu. Visi mereka adalah untuk mengembalikan kesempatan kepada para penyandang tuna daksa agar bisa berkarya dan bekerja seperti masyarakat pada umumnya.
Mari salurkan zakat kamu melalui Yayasan Visi Maha Karya untuk memberikan kesempatan berkarya dan hidup mandiri kepada para penyandang tuna daksa dan disabilitas; serta membersihkan penghasilan dan harta untuk keberkahan hidup kita.
Ditulis Oleh: Ageng Wuri
Selain Yayasan Visi Maha Karya, kamu juga bisa salurkan zakat kamu untuk para anak yatim. Caranya, kamu cukup klik di sini, dan tunaikan zakat dengan cepat dan mudah lewat Kitabisa.