Zakat selain sebagai kewajiban ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, juga sebagai bentuk hadirnya orang kaya untuk membantu saudaranya yang kurang mampu secara finansial. Jika zakat bisa dimaksimalkan fungsinya, maka fakir-miskin sangat mungkin untuk bisa dientaskan dari keterpurukan ekonominya.
Pemerintah harusnya hadir secara penuh dan bertanggung jawab atas warganya yang kurang mampu. Jika pemerintah memaksimalkan pengelolaan zakat, sangat mungkin kemiskinan dapat dientaskan.
Pengelolaan zakat oleh pemerintah meliputi penarikan zakat dari wajib zakat (muzakki), mengumpulkan, mendata, mengorganisasi dan akhirnya menyalurkan ke pihak yang berhak. Tentu bukan presiden sendiri yang harus turun tangan. Pemerintah mengangkat orang-orang tertentu untuk mengemban tugas ini, yang dinamakan amil zakat.
Hanya saja, kadang peran pemerintah dalam hal zakat kurang terasa, maka beberapa masyarakat berinisiatif mendirikan yayasan amil atau yang sering disebut dengan Lembaga Amil Zakat. Maka bermunculan amil-amil swasta yang tak jarang saling antar mereka malah berebut muzakki. Bahkan tak jarang, beberapa majelis taklim, masjid, mushalla juga ikut mengumpulkan zakat dari para jamaahnya. Khususnya ketika bulan Ramadhan.
Di satu sisi, amil bentukan pemerintah itu kurang bisa diandalkan, muncul Lembaga Amil non pemerintah yang lebih dipercaya publik. Hanya saja, tak jarang terjadi saingan antar amil non pemerintah, rebutan lahan muzakki, sampai peruntukan zakat yang kadang hanya sebagai iklan agar para muzakki mau membayarkan zakat melalui mereka. Maka tak ubahnya amil non pemerintah itu hanya seperti event organizer saja. Belum lagi jika amil zakat non pemerintah itu dari satu golongan tertentu, pasti peruntukan zakatnya tak akan keluar hanya kecuali kepada anggota golongannya.
Lantas, siapakah sebenarnya amil menurut syariah? Apakah amil non pemerintah juga bisa disebut amil? Berapakah kompensasi amil dalam syariah?
Pengertian Amil dalam Zakat
Amil zakat disebutkan di dalam Al-Quran sebagai pihak yang berhak menerima harta zakat dengan nomor urut tiga, setelah fakir dan miskin. Demikian disebutkan di dalam Al-Quran ketika Allah SWT menyebutkan siapa saja yang berhak atas harta zakat.
Amil Zakat Menurut Istilah
Secara bahasa, istilah amil berasal dari kata ‘amila ya’malu’ yang bermakna mengerjakan atau melakukan sesuatu.
Amil Zakat Menurut Bahasa
Kata amil (عامل) adalah ism fail yang bermakna pelaku dari suatu pekerjaan. Maka kata amil bermakna orang yang mengerjakan sesuatu. Kita akan baca pengertian amil zakat dari para ulama sebagai berikut:
Imam Syafi’i (w. 204 H) pernah menyebutkan:
قال الشافعي: والعاملون عليها من واله الوايل قبضها
Imam Syafi’i berkata: Amil zakat adalah orang yang diangkat oleh wali/ penguasa untuk mengumpulkan zakat.
Amil Zakat pada Masa Nabi
Rujukan tentang peran dan kriteria amil zakat tentu adalah kepada apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Beliau di masa hidupnya telah mengangkat beberapa shahabat yang cakap dan mumpuni, untuk diserahkan tanggung- jawab memanage zakat secara profesional.
Ibnu Sa’ad menerangkan nama-nama petugas zakat yang telah diangkat sebagai petugas resmi di masa Rasulullah SAW. Dan ternyata tiap petugas sudah punya tugas khusus untuk diutus ke berbagai suku dan kabilah untuk memungut zakat. Nama-nama mereka dan juga nama-nama suku-suku yang diatanginya adalah:
- Uyayinah bin Hisn diutus kepada Bani Tamim
- Buraidah bin Hasib, ada juga yang menyatakan Ka’ab bin Malik, diutus kepada Bani Aslam dan Bani Ghifar.
- Abbad Ibnu Bisyr Asyhali diutus kepada Bani Sulaim dan Bani Muzainah
- Rafi’ bin Makis diutus kepada Bani Juhainah
- Amr bin Ash diutus kepada Bani Fazarah
- Dhahhak bin Syufyan Al-Kilabi diutus kepada Bani Kilab
- Burs bin Sufyan al Ka’bi diutus kepada Bani Ka’ab
- Ibnu Lutibah Azdi Azdi di utus kepada Bani Zibyan
- Seorang laki-laki dari Banu Sa’ad Huzaim diutus untuk mengambil zakat Bani Sa’ad Huzaim.
Ibnu Ishaq mengemukakan tentang adanya golongan lain yang diutus Nabi SAW ke daerah dan suku lain di Jazirah Arabia, seperti :
- Muhajir bin Umayyah yang diutus ke San-a’.
- Zaid bin Labid diutus kepada Hadramaut, sebuah daerah di Yaman.
- ‘Adi bin Hatim diutus kepada Bani Thay dan Bani As’ad.
- Malik bin Nuwairah diutus kepada Bani Hanzalah.
- Zabraqan bin Nadr Qais bin Ashim diutus kepada Bani Sa’ad.
- Ala’ bin Hadrami diutus ke Bahrain dan Ali di utus ke Najran.
Beberapa hadits dan periwayatan diatas menunjukkan bahwa pengelolaan zakat oleh Negara sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW dan diikuti oleh pemerintah-pemerintah Islam sesudahnya dan masih banyak lagi hadits dan periwayatan yang menunjukkan akan hal itu.
Syarat Lembaga Amil
Tidak sembarang orang boleh menjadi amil. Selain bisa membuat zakat menjadi rusak, menunjuk amil yang tidak memenuhi syarat justru akan meruntuhkan sendi-sendi zakat itu sendiri. Ibarat menyerahkan kunci-kunci gudang penyimpanan harta kekayaan kepada kepala maling, alih-alih menjaga dan mengamankan, yang terjadi justru semua harta habis disikat.
Karena itu maka syariat Islam memberikan beberapa persyaratan standar bagi orang yang akan diberikan kepercayaan sebagai amil zakat, di antaranya adalah harus beragama Islam, akil, baligh, jujur, punya ilmu dalam hukum zakat dan tentu harus orang yang kuat, baik jiwa maupun raga.
Amil Zakat Harus Muslim
Hanya muslim saja yang boleh menjadi amil zakat, sedangkan non muslim tidak dibenarkan menjadi amil. Alasannya, karena tugas amil zakat itu merupakan amanah agama, sehingga hanya mereka yang hatinya sudah tunduk kepada Allah SWT saja yang dibebankan dan dipercaya untuk menegakkan zakat.
Selain itu, posisi amil sederajat dengan posisi penguasa, yang berhak untuk mengambil harta kaum muslimin. Setidaknya, amil adalah petugas negara yang diberi wewenang untuk mengambil paksa apabila seseorang menolak menyerahkan harta zakat yang memang sudah wajib. Bahkan amil itu pula yang nantinya akan menetapkan vonis kafir kepada pembangkang zakat.
Lalu apa jadinya bila tugas yang seberat dan semulia itu, justru dibebankan kepada orang kafir? Padahal perintah untuk memungut zakat itu merupakan kewajiban yang Allah SWT perintahkan kepada Rasulullah SAW dan juga siapa pun yang berposisi sebagai wali, sultan atau penguasa.
Pengelola Amil Zakat Harus Baligh
Syarat berikutnya selain muslim adalah akil, yaitu berakal, bukan orang gila atau tidak waras. Tidak bisa dibayangkan bagaimana zakat dikelola dan didistribusikan pembagiannya oleh sekelompok orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa. Begitu juga zakat tidak mungkin dilakukan oleh mereka yang bermasalah dari segi akalnya, seperti orang yang mabuk, ayan, kesurupan jin dan lainnya.
Baligh secara ketentuan syariah berarti perempuan yang sudah mengalami haidh dan laki- laki yang sudah keluar mani. Anak-anak yang belum cukup umur tidak boleh menjadi amil zakat, karena mereka belum dibebani sebagai mukallaf. Syarat akil baligh ini sesungguhnya representasi dari status seseorang untuk menjadi mukallaf, yaitu seorang yang sudah dianggap mampu untuk menanggung beban syariah.
Amil Zakat Harus Jujur
Kejujuran dalam bahasa arab disebut dengan amanah. Orang yang jujur disebut amin. Dan sifat ini menjadi syarat utama untuk menjadi amil zakat. Orang yang punya pribadi tidak jujur, suka bermain dengan wilayah halal haram dari harta orang lain, atau bahkan terbiasa mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak halal, tidak boleh menjadi amil zakat. Sebab kejujuran adalah modal utama kepercayaan masyarakat untuk menitipkan harta mereka kepada suatu badan yang mengurus zakat. Termasuk praktek amil zakat yang tidak jujur adalah pengelolaan zakat yang tidak transparan, tertutup, tidak mau diaudit, tidak pernah mengumumkan pemasukan dan pengeluaran kepada publik, berlindung di balik kewajiban orang untuk berzakat sementara diri amil zakat sendiri tidak pernah dievaluasi.
Penulis: Yudo Laksono
Kamu bisa menyalurkan zakat secara mudah dan cepat lewat Kitabisa. Untuk berzakat, klik gambar di bawah ini!