Mengenal Penyakit Langka, Thalasemia pada Anak

Karena termasuk ke dalam penyakit genetik atau keturunan, thalasemia bisa dideteksi sejak dalam kandungan. Meski kadang tidak menunjukkan gejala, thalasemia pada anak merupakan kasus yang paling banyak terjadi.

Di Indonesia sendiri, penderita thalasemia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di antara penyakit non menular lain seperti jantung, kanker, stroke, thalasemia merupakan penyakit yang memakan biaya perawatan paling banyak. Menurut para ahl, penyakit ini memang paling umum diderita oleh anak-anak pada rentang usia 0 bulan hingga 18 tahun.

 

Apa Itu Thalasemia pada Anak?

penyakit thalasemia

Thalasemia adalah kondisi genetik alias keturunan di mana protein di dalam hemoglobin (sel darah merah) tidak mampu berfungsi normal untuk mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh. Kelainan ini mengakibatkan hancurnya sel darah merah yang membawa tubuh penderitanya berada di kondisi anemia.

Ada beberapa fakta yang perlu diketahui tentang anemia pada anak:

  1. Bisa Diterapi dengan Transfusi

    Karena thalasemia pada anak merupakan penyakit genetik, hingga saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkannya. Pada thalasemia dengan tingkatan minor, gejala umumnya tidak terlihat dan penderita bisa hidup dengan normal. Namun untuk kasus berat pada thalasemia mayor, pasien harus mendapatkan transfusi darah. Tujuannya adalah untuk menambah jumlah hemoglobin di dalam tubuhnya.

  1. Bisa Sebabkan Kelainan Tulang

    Selain masalah anemia, penderita thalasemia pada anak juga bisa mengalami kelainan tulang. Ini bisa terjadi ketika anak menderita thalasemia parah yang membuat tubuh memproduksi jumlah sumsum tulang belakang yang berlebihan. Meskipun ini sebenarnya bertujuan untuk mengatasi kekurangan hemoglobin, akibatnya bisa terjadi kelainan bentuk kerangka tulang.

  1. Bisa Menyebabkan Penumpukan Zat Besi

    Untuk merespon kurangnya hemoglobin, tubuh akan berusaha memproduksinya lebih banyak lagi. Caranya adalah dengan menyerap lebih banyak zat besi, bisa dari makanan maupun dari proses transfusi darah. Sayangnya, kondisi ini malah berisiko memicu penumpukan zat besi dalam tubuh.
    Beberapa masalah yang bisa timbul akibat penumpukan zat besi ini misalnya tertundanya pubertas. Pada beberapa kasus, hormone pertumbuhan anak juga bisa terganggu. Tidak hanya itu, kerusakan jaringan lunak terutama pada limpa dan hati bisa menyebabkan tubuh rentan terserang berbagai infeksi dari luar.

  1. Gejalanya Baru akan Muncul Setelah Usia 6 Bulan

    Meski bisa dideteksi sejak masih dalam kandungan, thalasemia pada anak kadang tidak menunjukkan tanda-tanda apapun sampai usianya 6 bulan. Ini karena bayi yang baru lahir memiliki hemoglobin yang berbeda dengan hemoglobin normal yang dinamakan dengan fetal hemoglobin.
    Ketika hemoglobin normal menggantikan fetal hemoglobin di saat usia 6 bulan, barulah kelainannya akan terlihat. Itu kenapa gejalanya baru akan muncul saat usia anak di atas 6 bulan.

  1. Gejala yang Terlihat Bisa Beragam

    Thalasemia memiliki beberapa tipe dan masing-masing tipe berbeda gejala dan tingkat keparahannya. Kalau mendadak anak tampak pucat, lesu atau perutnya membengkak, orang tua sebaiknya segera memeriksakannya ke dokter. Ini untuk mengetahui dengan pasti apakah si kecil hanya mengalami anemia biasa, atau justru mengidap thalasemia.

Sebagai salah satu negara dengan penderita thalasemia terbanyak di dunia, kita masih memerlukan banyak pendanaan. Terutama untuk membantu adik-adik yang harus melakukan transfusi darah atau meminum obat secara rutin.

Kamu bisa ikut membantu pengobatan thalasemia pada anak dengan melakukan donasi melalui Kitabisa. Jangan lupa juga untuk mengajak orang-orang di sekitarmu untuk lebih aware terhadap penyakit langka ini.

bantu biaya rumah sakit