Zakat Pertanian: Dalil, Syarat dan Ketentuannya dalam Islam

Selain zakat fitrah, dalam syariat Islam juga dikenal adanya zakat pertanian atau zakat hasil pertanian yang merupakan salah satu jenis zakat maal. Perbedaannya terletak pada objek zakat itu sendiri. Sesuai namanya, zakat pertanian biasanya meliputi biji-bijian, sayur-mayur, buah-buahan, umbi-umbian, dan tanaman lain yang memiliki nilai ekonomis.

Dalil tentang Zakat Pertanian

Ada banyak dalil, baik berupa ayat Alquran maupun hadis, yang menyinggung tentang kewajiban membayar zakat pertanian.

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al An’am: 141)

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 267)

zakat di aplikasi kitabisa

Syarat dan Ketentuan Zakat Pertanian

hitung zakat pertanian

Sawah Milik Sendiri

Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harta tersebut milik sendiri. Sebelum membayar zakat pertanian harus memastikan bahwa hasil pertanian itu milik sendiri (bukan buruh yang menggarap sawah orang lain)

Sudah Mencapai Nisab

Nah, berbeda dari zakat fitrah yang pembayarannya ditentukan menjelang hari raya Idulfitri. Zakat pertanian dibayarkan setiap kali panen dengan syarat jumlahnya sudah mencapai nisab (tanpa harus menunggu haul).

Nisab adalah batas minimal dari harta sehingga ia dikenai kewajiban berzakat. Sedangkan haul artinya masa kepemilikan harta selama 1 tahun. Khusus untuk zakat pertanian, syarat haul gugur/tidak berlaku.

Adapun nisab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara 750 kg (sebagian lain menyebut 653 kg) untuk bahan makanan pokok seperti beras, jagung, gandum, kurma, dsb. Jika hasil pertaniannya berupa sayur, bunga, atau buah-buahan, pemilik harus mengubah nilainya sesuai dengan harga kebutuhan pokok masyarakat setempat. Nabi SAW bersabda dalam hadis yang artinya:

“Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.”

Biaya Operasional

Sumber pengairan (irigasi) yang dipakai selama bertani juga menentukan jumlah zakat yang harus dikeluarkan seorang muslim. Untuk zakat dari hasil pertanian yang diairi dengan air hujan, air sungai, atau mata air, jumlah yang dikeluarkan adalah sebesar 10%.

Untuk sawah yang irigasinya dilakukan dengan cara penyiraman manual atau menggunakan alat bantu berbiaya tambahan, jumlah zakat yang harus dibayar sebesar 5%. Dari Ibnu’ Umar, Rasulullah bersabda:

“Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air atau dengan air tada hujan, maka dikenai zakat 1/10 (10%). Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya, maka dikenai zakat 1/20 (5%).”

Pertanian zaman sekarang tentu menggunakan obat atau pupuk tambahan untuk menyuburkan tanaman dan mengusir hama. Agar penghitungan zakatnya mudah, ambil dulu sebagian biaya operasional dari hasil panen, baru kemudian hitung persentase zakatnya.

Sebagian ulama berpendapat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati hanya yang dari jenis makanan pokok seperti gandum, beras, kurma, dan jagung. Namun melihat kondisi masyarakat yang kian berkembang, ulama menyatakan bahwa hasil pertanian lain seperti cabai, kacang, kentang, sayuran, tanaman hias, serta bunga juga masuk dalam kriteria harta yang wajib dibayarkan zakatnya.


Tunaikan zakat pertanian secara mudah dan cepat lewat aplikasi Kitabisa. Nantinya zakat darimu akan disalurkan ke saudara-saudara kita yang membutuhkan.