Tak hanya kelaparan dan kemiskinan, serbuan-serbuan yang dilakukan penjajah Israel terhadap wilayah Palestina juga punya dampak lain: pendidikan anak-anak Palestina yang semakin mengkhawatirkan. Sebagai bagian dari aksi bela Palestina, kita bisa menyisihkan sebagian harta untuk kelanjutan pendidikan mereka sehingga bisa mencapai masa depan yang lebih baik.
Dukung Pendidikan Anak-anak Palestina sebagai Bentuk Aksi Bela Palestina
Hidup di pengungsian tak menyurutkan langkah anak-anak Palestina untuk terus bersekolah. Dari ratusan ribu anak-anak yang berada di kamp pengungsian. Sekitar 2.600 anak pengungsi Palestina setidaknya masih bisa mengenyam pendidikan di Talbieh School, Yordania. Namun, masih banyak dari mereka yang terancam putus sekolah akibat terbatasnya akses dan fasilitas pendidikan yang ada.
Salah satu bentuk dukungan untuk pendidikan anak-anak Palestina adalah dengan berdonasi lewat Kitabisa. Anak-anak pengungsi Palestina terus terancam putus sekolah akibat terbatasnya akses dan fasilitas pendidikan.
Pendidikan Anak-anak Palestina yang Memprihatinkan
Sekitar Februari 2019 kemarin, beberapa pejabat PBB menyampaikan keprihatinannya yang mendalam sehubungan dengan meningkatnya campur tangan Israel terhadap sekolah-sekolah Palestina—terutama di Tepi Barat. Menurut UNESCO, seperti dilaporkan Antara, aksi campur tangan itu mempengaruhi akses aman bagi ribuan anak Palestina ke pendidikan. Oh iya, aksi campur tangan itu meliputi ancaman pembongkaran, bentrokan di jalan menuju sekolah, pemberhentian guru-guru, serta aksi kekerasan lainnya.
“Dari Desember 2018, PBB mendokumentasikan 111 campur tangan atas pendidikan di Tepi Barat yang mempengaruhi 19.196 anak, rata-rata lebih dari dua pelanggaran setiap pekan,” ujar mereka.
Semua itu, lanjut mereka, tentu mempengaruhi pelaksanaan belajar-mengajar—bahkan dalam beberapa kasus sampai melukai para pelajar. UNICEF juga menambahkan, saat ini sebanyak 50 sekolah di Tepi Barat, termasuk Al-Quds (Yerusalem) Timur, menghadapi ancaman pembongkaran. Pada 2018, lima sekolah di Tepi Barat dibongkar atau disita oleh penguasa Israel, termasuk Sekolah Masyarakat Izbiq di sebelah utara Nablus, Sekolah As-Semeye di selatan Al-Khalil (Hebron), dan Sekolah Abu Nuwar serta Sekolah Jabel Baba di Jerusalem Timur. Itu belum sekolah-sekolah lain yang ada di wilayah Palestina lainnya.
Tak hanya di Tepi Barat, serangan-serangan tentara Israel terhadap sekolah-sekolah Palestina juga berdampak pada para pelajar di Jalur Gaza—lebih-lebih dampak psikologis. Mereka cukup tertekan karena sering terjadi bombardir, serangan atau ancaman dari para tentara Zionis untuk kembali mengobarkan perang kepada para warga di Jalur Gaza.
“Siang dan malam, warga Gaza harus berhadapan dengan bombardir, sonic boom (dentuman dan guncangan keras yang diakibatkan pesawat yang terbang melebihi kecepatan suara), serta ancaman dari para Zionis. Selama Great March of Return yang dimulai Maret kemarin, ratusan warga Palestina syahid, beberapa di antaranya adalah anak-anak,” ujar Ahmad Abu Ayesh An-Najjar selaku Direktur Hubungan Internasional-Kementerian Pendidikan Palestina, dalam kunjungannya ke kantor pusat Aksi Cepat Tanggap (ACT), Februari lalu, seperti dilaporkan Pikiran Rakyat.
Israel yang Semakin Ganas kepada Anak-anak Palestina
Kantor Koordinasi Urusan-Urusan Kemanusiaan PBB (UN OCHA) melaporkan, setidaknya sejak awal tahun ajaran 2018-2019, tepatnya di bulan Agustus 2018, terjadi peningkatan insiden yang mengganggu proses pendidikan di Tepi Barat. Insiden-insiden yang melibatkan militer Israel atau pemukum Yahudi ini meliputi penghentian, gangguan terhadap para pelajar di pos-pos pemeriksaan atau wilayah lain, bentrokan di sekitar sekolah, serta operasi penyerangan atau pemeriksaan yang melibatkan kekerasan di dalam sekolah.
OCHA mencatat, setidaknya ada 17 insiden yang terjadi sejak awal hingga pertengahan November 2018. Akibatnya, sebanyak 323 warga Palestina, termasuk 225 anak-anak, dilaporkan mengalami luka-luka. Tiga disebabkan oleh peluru tajam, 15 korban luka disebabkan oleh peluru karet, dan sebagian besarnya disebabkan karena menghirup gas air mata.
Di antaranya yang paling ramai dibicarakan adalah penangkapan yang melibatkan pelajar Palestina yang terjadi pada 12 November 2018 di mana dua belas orang pelajar Palestina ditangkap atas tuduhan melemparkan batu ke arah sebuah mobil milik warga Israel.
Setelah para pelajar diinterogasi dan diperiksa selama dua jam, mereka pun dilepaskan kecuali Mohammad. Dia dibawa menggunakan mobil militer ke Desa Sinjel, 10 kilometer dari sekolahnya. Setelah ditahan selama enam jam, Mohammed pun diserahkan ke pihak kepolisian Palestina dan dibawa pulang.
Tentu kita tidak ingin melihat anak-anak Palestina mengalami hal-hal buruk seperti di atas. Putus sekolah, ditangkap tentara Israel karena dianggap melakukan provokasi, dan lain sebagainya. Sebagai wujud aksi bela Palesgtina, salah satu cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah itu semua adalah dengan membantu dan mendukung perjuangan mereka untuk terus mendapatkan pendidikan.
Ditulis Oleh: Ranu Mohamad
Kmau bisa membantu perjuangan masyarakat Palestina dengan cara berdonasi di Kitabisa atau lewat Aplikasi Kitabisa. Dengan Aplikasi Kitabisa, kamu dapat berbagi kebaikan dengan mudah dan cepat. Untuk membantu perjuangan rakyat Palestina, kamu bisa klik gambar di bawah ini!