Julukan hafidz Quran kerap disematkan pada mereka yang dipandang mampu menghafal Al-Quran. Namun, apakah penyebutan tersebut sudah tepat? Lalu, bagaimana sebenarnya keutamaan menghafal Al-Quran bagi umat Islam? Mari simak penjelasan berikut.
Hafidz atau Hamilul Quran?
Secara etimologi, kata ‘hafidz’ berasal dari bahasa Arab, berarti pelindung atau pengingat. Sebutan hafidz justru ditujukan kepada para ulama hadis. Mereka inilah yang layak menyandang gelar hafidz karena mampu mengingat 100.000 hadis, seperti Ibnu Hajar al-Asqalani.
Hal senada juga diamini oleh Kiai Ahmad Kanzul Fikri, pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah Desa Kwaron, Diwek, Jombang. Beliau berpandangan hamilul Quran justru lebih tepat bagi mereka yang mampu menghafal kitab suci Islam. Kata ‘hamilul’ berarti membawa. Mereka membawa kitab suci ke mana saja dan di mana saja. Bagi seorang hamilul Quran, membaca dan mengkaji Al-Quran menjadi sebuah kebutuhan hidup.
Seorang hamilul Quran benar-benar mampu menjadi pemandu Al-Quran. Ia bukan sekadar hafal teks saja, tetapi juga memahami arti dan mengamalkan isinya. Sementara, Gus Fikri, panggilan akrabnya, menuturkan tingkatan ahli Quran. Ada yang lafdzan saja, suka membaca dan ke mana-mana selalu membaca kitab suci. Berikutnya wa maknan, ia tidak hanya membaca, tetapi juga mampu memaknai isinya. Terakhir, mereka yang mengamalkan isi Al-Quran.
Namun, umat muslim menggunakan kata hafidz Quran guna merujuk mereka yang bisa menghafal Al-Quran lengkap. Sedangkan istilah hafidza merujuk pada perempuan penghafal Quran. Meski kurang tepat, nyatanya pemakaian sebutan hafidz lebih populer di kalangan masyarakat luas.
Keutamaan Menghafal Al-Quran
Menghafal Al-Quran berisi 30 juz, 144 surat, dan 6.666 ayat bukanlah keterampilan yang mudah dikuasai. Apalagi, ini merupakan kitab suci sekaligus pedoman hidup umat Islam. Maka, bisa menghafal Al-Quran adalah suatu prestasi yang patut dibanggakan. Selain itu, banyak keutamaan yang bisa mendorong muslim mau menghafal Al-Quran. Apa sajakah itu?
Sejajar dengan para nabi
Hadis riwayat Hakim mengungkapkan, siapa saja yang membaca dan/atau menghafal Al-Quran dapat menyamai derajat kenabian berkat firman Allah SWT yang ia terima. Allah membuat para penghafal ayat-ayat suci ini sejajar dengan para nabi. Namun, satu hal yang perlu kamu garis bawahi adalah mereka tidak menerima titipan wahyu. Meski sejajar, bukan lantas seorang penghafal bisa disamakan dengan nabi.
Dipandang sebagai keluarga Allah di muka bumi
Hadis riwayat Ahmad menuturkan, Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa para penghafal kitab suci ini mendapat tempat sebagai keluarga Allah di muka bumi. Ahli Quran bukan sekadar membaca atau menghafal ayat demi ayat, tetapi juga mengamalkannya. Mereka pun dipandang sebagai orang-orang istimewa oleh Allah.
Diangkat derajatnya di surga kelak
Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadis, siapa saja yang menghafal Al-Quran akan diangkat derajatnya lebih tinggi di surga kelak. Allah akan menempatkan mereka di surga berdasarkan banyaknya hafalan yang dikuasai. Maka, semakin sempurna hafalan seseorang, semakin tinggi derajat yang akan ia dapatkan di surga nantinya.
Orang tua sang penghafal dimuliakan
Bukan hanya sang penghafal, kedua orang tua penghafal Al-Quran berhak memperoleh kemuliaan dari Allah. Dalam hadis riwayat Al Hakim, wujud pemberian itu hadir melalui pemakaian jubah kemuliaan dan mahkota dari cahaya. Orang tua penghafal Al-Quran dianggap berjasa karena telah melahirkan dan membesarkan anak-anak yang taat kepada Allah SWT, serta memerintahkan mereka mempelajari Al-Quran.
Raih keutamaan membaca Al Quran dan sempurnakan ibadah dengan berbagi untuk mereka yang membutuhkan. Yuk, sedekah online lewat aplikasi Kitabisa!