Untuk menjelaskan bagian terpenting dalam sebuah aktivitas ibadah akhirnya para ulama menjelaskannya dalam istilah rukun, maka hal yang terpenting di dalam shalat yang tidak boleh ditinggalkan itulah dikenal dengan rukun shalat, juga dalam masalah jual beli, maka bagian terpenting yang tidak boleh tidak ada dalam aktivitas jual beli itu juga disebut dengan rukun, pun begitu dengan puasa.
Rukun ini menentukan sah atau tidaknya sebuah aktivitas ibadah maupun muamalah, walaupun ada aktivitas lainnya yang juga penting untuk diperhatikan sebagian pelengkap dan penyempurna rukun. Dalam ibadah puasa, maka niat dan imsak adalah dua hal yang menjadi rukun puasa, dimana puasa tidak sah jika keduanya atau salah satunya tidak ada.
Definisi dari Rukun Puasa
Secara bahasa rukun itu berasal dari huruf ra, kaf dan nun, menurut Ibnu Faris ia berarti quwwah (kuat) sehingga jika disebut ruknu as-syai’ berarti bagian yang paling kuat. Sedangkan secara istilah umumnya para ulama fiqih memberikan definisi dengan:
“Sesuatu yang yang membuat sesuatu yang lainnya tidak ada.” (Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid 23, hal. 109)
Jadi rukun itu menentukan keberadaan sesuatu yang lain, jika dia tidak ada maka bisa dipastikan sesuatu yang lain tidak ada. Jadi wajar jika dalam berbagi pembahasan tentang ibadah ataupun mualamah para ulama fiqih sangat intens membahas tentang rukun ini.
QS. Al-Baqarah: 187
Allah SWT berfirman:
“..dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Imam At-Thobari dalam Jami’ Al-Bayan menuliskan, bahwa Muadz bin Jabal ra berkata: Ketika Rasulullah SAW datang ke Mekkah maka puasa yang dilakukan oleh beliau adalah puasa Asyuro dan puasa tiga hari pada setiap bulannya, hingga akhirnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan, dan Allah menurunkan ayat-Nya:
“Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelummu agar kamu bertaqwa.” (QS Al-Baqarah : 183)
Hukum Melaksanakan Puasa
Pada awalnya siapa saja yang ingin berpuasa maka ia boleh berpuasa, dan siapa saja yang ingin berbuka maka dia boleh berbuka dan cukup menggantinya dengan memberi makan orang miskin.
Namun pada akhirnya Allah mewajibkan kepada seluruh yang umat yang sehat dan tidak dalam perjalanan untuk berpuasa, tidak ada pilihan untuk berbuka, dan untuk mereka yang sudah lanjut usia tetap diberikan keringanan boleh berbuka dengan syarat tetap memberikan makan fakir miskin, maka turunlah ayat:
“Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”
Al-Qurthubi menjelaskan, bahwa Imam Al- Bukhari meriwayatkan dari Al-Bara’ bin Azib berkata:
Bahwa (pada awalnya) para sahabat Rasulullah SAW ketika berpuasa tidak makan ketika ia tertidur sebelum berbuka hingga esoknya mereka lanjut berpuasa lagi tanpa makan.
Bahwa Qais bin Shirmah Al-Anshari pernah berpuasa, dimana siang harinya beliau habiskan untuk mengurus pohon kurma, ketika waktu berbuka sudah hampir tiba ia datang kepada istrinya seraya menanyakan apakah ada makanan? Namun istrinya menjawab tidak ada, akan tetapi istrinya berusaha mencarikannya.
Ketika menunggu istrinya mencari makan tidak sengaja Qais ini tertidur, karena capek dari bekerja siang hari tadi. Mengetahui suaminya tertidur, maka istrinya berucap:
“Celakahlah engkau!”
Esok harinya Qais tetap berpuasa walau tanpa berbuka, karena tidak boleh makan ketika bangun dari tidur. Tapi di pertengahan hari berikutnya Qais malah pingsan. Lalu cerita ini sampai kepada nabi, maka turunlah ayat:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.”
Ketentuan Berpuasa
Selama malam masih gelap (benang hitam) hingga sebelum fajar datang (benang putih) selama rentang itu semuanya yang tadi tidak boleh dilakukan; makan, minum dan hubungan suami istri boleh dilakukan.
Berkaitan dengan malam bulan puasa didapat sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
”Barang siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. Abu Daud)
Sehingga niat puasa di malam hari dan menahan diri dari makan dan minum serta hubungan suami istri dari mulai terbit fajar hingga malam tiba ini menjadi rukun puasa bagi umat nabi Muhammad SAW.
Puasa yang maksudnya adalah menahan diri dari makan dan minum serta hubungan suami istri itu dalam istilah fiqih disebut disebut dengan imsak, inilah inti puasa yang disepakati oleh para ulama, sedangkan tentang niat puasa sebagian ulama menilai ia adalah rukun walaupun sebagian yang lain memasukkannya ke dalam syarat sah puasa, apapun itu yang jelas antara niat sebagai rukun maupun niat sebagai syarat sah keduanya wajib ada.
Ditulis Oleh: Yudo Laksono
Kamu bisa menyempurnakan ibadah puasa dengan cara bersedekah kepada mereka yang membutuhkan. Caranya, kamu bisa berdonasi lewat Kitabisa. Kamu dapat berdonasi dengan cepat dan mudah lewat Aplikasi Kitabisa di Google Play Store dan App Store.